ASAS-ASAS HUKUM WARIS (ADAT, ISLAM, BW)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas “Hukum Waris dan
Kewarisan di Indonesia”
Dosen pengampu:
Suchamdi, M.SI.
Disusun oleh:
Ade Rahayu Rahmawati (210114013)
Fachurizal Ahzani (210114028)
Fahmi Nur Muhamad (210114017)
JURUSAN SYARI’AH
PRODI AHWAL SYAKHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Hukum waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta
seseorang yangtelah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti
keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.Seperti yang kita ketahui hukum waris
yang berlaku di Indonesia ada tiga yaitu hukum waris adat, hukum waris islam
dan hukum waris perdata. Uniknya lagi di setiap daerah di Indonesia menganut
hukum waris sesuai dengan latar belakang dan sistem kekerabatan yang mereka
anut.Banyak orang yang mengetahui bahwa menurut undang-undang yang berhak untuk
menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun diluar kawin
dan si suami atau istri yang hidup terlama. Akan menjadi milik negara bilamana
tidak ada ahli waris tersebut diatas, yang mana wajib akan melunasi segala
utangnya dengan catatan harta peninggalan mencukupi untuk itu.
Hukum kewarisan islam di Indonesia adalah merupakan bagian keempat
dari buku Hukum kekeluargaan Indonesia. Akhir-akhir ini warisan sering menjadi
perdebatansaat akan dilakukan pembagian harta waris,padahal semua hal tentang
harta warisan sudah diatur dengan adil didalam hukum islam sesuai dengan
al-qur’an dan al-hadits.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja
asas-asas hukum waris adat dan bagaimana penjelasannya ?
2.
Apa saja
asas-asas hukum waris islam serta bagaimana penjelasannya ?
3.
Apa saja
asas-asas hukum waris BW serta bagaimana penjelasannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asas-Asas Hukum Waris Adat
1.
Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri
Asas ketuhanan dan pengendalian diri, yaitu adanya kesadaran bagi
para ahli waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang dapat dikuasai
dan dimiliki merupakan karunia dan keridhaan Tuhan atas keberadaan harta
kekayaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ridha Tuhan bila seseorang
meninggal dan meninggalkan harta warisan, maka para ahli waris itu menyadari
dan menggunakan hukum-Nya untuk membagi warisan mereka, sehingga tidak
berselisih dan saling berebut warisan.
2.
Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak
Asas kesamaan dan kebersamaan hak, yaitu setiap ahli waris
mempunyai kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak untuk mewarisi harta
peninggalan pewarisnya. Oleh karena itu, memperhitungkan hak dan kewajiban
tanggung jawab setiap ahli waris bukanlah berarti pembagian harta warisan itu
mesti sama banyak, melainkan pembagian itu seimbang berdasarkan hak dan
tanggungjawabnya.
3.
Asas Kerukunan dan Kekeluargaan
Asas kerukunan dan kekeluargaan, yaitu para ahli waris
mempertahankan untuk memelihara hubungan kekerabatan yang tentram dan damai,
baik dalam menikmati dan memanfaatkan harta warisan tidak terbagi maupun dalam
menyelesaikan pembagian harta warisan terbagi.
4.
Asas Musyawarah dan Mufakat
Asas musyawarah dan mufakat, yaitu para ahli waris membagi harta
warisannya melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang dituakan dan
bila terjadi kesepakatan dalam pembagian harta warisan, kesepakatan itu
bersifat tulus iklas yang dikemukakan dengan perkataan yang baik yang keluar
dari hati nurani pada setiap ahli waris.
5.
Asas Keadilan
Asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan dan
jasa, sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan, baik bagian
sebagai ahli waris maupun bagian sebagai bukan ahli waris, melainkan bagian
jaminan harta sebagai anggota keluarga pewaris.[1]
B.
Asas-Asas Hukum Waris Islam
1.
Ijbari
Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung
arti pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya
berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada
kehendak pewaris atau ahli warisnya.
Asas
ijbari dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu :
a)
Dari pengalihan
harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia
b)
Dari segi
jumlah harta yang sudah ditentukan bagi masing-masing ahli waris.
c)
Dari segi
kepastian penerima harta peninggalan, yakni mereka yang mempunyai hubungan
kekerabatan dan ikatan perkawinan dengan pewaris.
2.
Asas Bilateral
Asas bilateral dalam hukum kewarisan berarti seseorang menerima hak
atau bagian warisan dari kedua belah pihak, dari kerabat keturunan laki-laki
dan dari kerabat ketyurunan perempuan. Asa bilateral itu,mempunyai 2 (dua)
dimensi,
a)
Dimensi saling
mewarisi antara anak dengan orang tuanya.
dalam Al-Qur’an
Surah An-Nisaa’ ayat 7 ditegaskan bahwa laki-laki dan perempuan berhak mendapat
harta warisan dari ibu-ayahnya. Demikian juga dalam garis hukum Surah An-Nisaa’
ayat 11, ditegaskan bahwa ayah dan ibu berhak mendapat warisan dari anaknya,
baik laki-laki maupun perempuan, sebesar seperenam, bila pewaris meninggalkan anak.
b)
Dimensi saling
mewarisi antara orang yang bersaudara juga terjadi bila pewaris tidak mempunyai
keturunan atau orang tua.
Kedudukan
saudara sebagai ahli waris dalam garis hukum Islam Surah An-Nisaa’ ayat 12,
ditentukan bahwa bila seorang laki-laki mati punah dan mempunyai saudara, maka
saudaramya (saudara laki-laki maupun saaudara perempuan) berhak mendapatkan
warisanya[2].
3.
Asas Individual
Asas individual dalam hukum kewarisan Islam berarti warisan dapat
dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Untuk itu,
dalam pelaksanaannya, seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu
yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya
menurut kadarnya masing-masing. Oleh karena itu, bila setiap ahli waris berhak
atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris yang lain berarti
mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan kewajiban (ahliyat
al-ada).
4.
Keadilan Berimbang
Asas keadilan berimbang dalam hukum kewarisanIslam berarti
keseimbangan antara hak yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan dalam
melaksanakan kewajiban. Sebagai contoh, laki-laki dan perempuan mendapat hak
yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat. Selain itu Surah Al-Baqarah ayat 233; At-Tahrim ayat 7
menjelaskan bahwa seorang laki-laki menjadi penanggung jawab kehidupan keluarga
untuk mencukupi keperluan hidup anak istrinya menurut kemampuannya.
Sesungguhnya manfaat yang dirasakan oleh seorang laki-laki dan seorang
perempuan dari harta peninggalan yang mereka peroleh adalah sama.
5.
Akibat Kematian
Asas akibat kematian dalam hukum kewarisan Islam berarti kewarisan
ada kalau ada yang meninggal dunia, kewarisan ada sebagai akibat daei
meninggalnya seseorang. Ini berarti, harta seseorang tidak dapat beralih kepada
orang lain dan disebut warisan, selama orang yang mempunyai harta itu masih
hidup.[3]
C.
Asas-Asas Hukum Waris (BW)
Dalam hukum waris BW berlaku asas, bahwa hanya hak dan kewajiban
dalam lapangan hukum harta benda saja yang dapat diwariskan. Atau hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Jadi hak dan kewajiban dalam lapangan
hukum kekeluargaan atau kepribadian, misalnya hak dan kewajiban sebagai suami
atau ayah, tidak dapat diwariskan.
Selain itu berlaku juga asas, bahwa apabila seorang meninggal
dunia, maka seketika itu pula segala hak dan kewajibannya beralih pada ahli
warisnya. Asas ini dalam bahasa Perancis disebut “le mort saisit le vif“.
Sedangkan pengoperan segala hak dan kewajiban dari si pewaris oleh para ahli
waris disebut “saisine“.Ada juga asas yang disebut dengan “hereditatis
petition“yaitu hak dari ahli waris untuk menuntut semua yang termasuk dalam
harta peninggalan dari si pewaris terhadap orang yang yang menguasai harta
warisan tersebut untuk diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli
waris. Asas ini diatur dalampasal 834 BW.
Selain itu ada juga asas “de naaste in het bloed, erft het goed“
yang artinya yang berdarah dekat, warisan didapat. Dan untuk mengetahui
kedekatan tersebut, harus dilakukan perhitungan dan untuk inidipakai ukuran
perderajatan dengan rumusX-1.Semakin besar nilai derajat, maka semakin jauh
hubungan kekeluargaan dengan si pewaris. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil
nilai derajat, maka semakin dekat hubungan darah dengan si pewaris. Misal :
ukuran derajat seorang anak kandung dengan si pewaris adalah 2-1=1 derajat.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pembagian warisan di Indonesia ada 3 cara atau versi
pembagian warisan tersebut yaitu melalui hukum adat, hukum Islam dan BW dan
setiap cara atau versi tersebut mempunyai asas-asas yang berbeda pula dalam
pembagian warisan. Menurut hukum adat terdapat berbagai asas-asas yang perlu
kita ketahui yakni : Asas Ketuhanan dan
Pengendalian Diri, Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak, Asas Kerukunan dan
Kekeluargaan, Asas Musyawarah dan Mufakat serta Asas Keadilan. Sedangkan
menurut hukum Islam terdiri atas asas Ijbari, Bilateral, Individual, Keadilan
Berimbang dan kematian. Sedangkan menurut BW asas dalam pembagian warisan ialah
asas bahwa hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta benda saja yang
dapat diwariskan, asas bahwa apabila seorang meninggal dunia, maka seketika itu
pula segala hak dan kewajibannya beralih pada ahli warisnya dan juga asas “de
naaste in het bloed, erft het goed“ yang artinya yang berdarah dekat, warisan
didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Refrensi
dari buku :
·
Ali, Zainuddin,
2010, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
·
Anshori, Abdul
Ghofur, 2012, Hukum Kewarisan di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
·
Saebani, Beni
Ahmad, 2009, Fiqh Mawaris, Bandung: CV. Pustaka Setia
Refrensi
dari internet :
·
Muji Yono,
Resume Hukum Waris Menurut BW, http://anugrahjayautama.blogspot.com/2012/06/hukum-waris-menurut-bw.html, Diakses pada 23 Februari 2016, jam 20.16
[1] Prof.Dr.H.Zainuddin
Ali, M.A., Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010)
[2] Drs. Beni Ahmad
Saebani,M.Si, Fiqh Mawaris, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009)
[3] Abdul Ghofur
Anshori, Hukum Kewarisan di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2012)
[4] Muji Yono,
Resume Hukum Waris Menurut BW, http://anugrahjayautama.blogspot.com/2012/06/hukum-waris-menurut-bw.html, Diakses pada
23 Februari 2016, jam 20.16